Minggu, 31 Oktober 2010

Inpres 2 Tahun 2009 seharusnya akan lebih mendorong Belanja Pemerintah terhadap Produk Lokal

Sejak berdiri rezim SBY tahun 2004 sampai dengan Kabinet Indonesia Bersatu Jilid Kedua 2009 - 2014, maka jika kita dapat mencermati dari sisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Neagara (APBN) yang terjadi adalah adanya peningkatan alokasi anggaran dari tahun ke tahun. Seperi yang tergambar dalam diagram batang dibawah ini:

http://www.flickr.com/photos/55238036@N03/5135305038/

Tetapi, apakah kenaikan belanja negara tersebut dibelanjakan terhadap produk lokal hasil industri dalam negeri? Ataukah dibelanjakan terhadap produk-produk impor?
Dalam rangka mengoptimalisasikan belanja pemerintah dalam pengadaan barang/jasa Pemerintah, sekaligus menggerakkan pertumbuhan dan memberdayakan industri dalam negeri, Presiden RI mengeluarkan INSTRUKSI PRESIDEN No. 2 Tahun 2009 tentang Penggunaan Produk Dalam Negeri dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, tanggal 9 Februari 2009.  

Jumat, 29 Oktober 2010

Kondisi Produksi Dalam Negeri di Beberapa Sektor

Usaha-usaha untuk meningkatkan penggunaan produksi dalam negeri akhir-akhir ini sangat gencar dilakukan oleh pemerintah, baik melalui promosi, pameran, sosialisasi, himbauan, kebijakan sampai dengan dikeluarkannya regulasi tentang Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri. Khusus untuk program kegiatan yang menggunakan dana dari APBN maka Pemerintah menekankan agar mengutamakan, meningkatkan (memaksimalkan), memberikan preferensi harga terhadap produk dan penyedia barang/jasa dalam negeri.

Mengapa Pemerintah (Departemen) harus membelanjakan APBN terhadap produk dalam negeri ? Pertama, karena belanja pemerintah masih merupakan penyumbang terbesar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), sedangkan PDB merupakan ukuran kemakmuran suatu negara dan jika diukur melalui pendekatan pengeluaran (belanja) maka dapat ditulis dengan formula: PDB = Pengeluaran pemerintah + Pengeluaran non pemerintah + Konsumsi penduduk Indonesia + Ekspor –  Impor. Selanjutnya kontribusi pengeluaran pemerintah dapat dilihat seperti pada diagram 01 dibawah ini. Kedua jika barang/jasa yang dikonsumsi oleh Pemerintah merupakan produk dalam negeri maka akan meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Tetapi apabila barang/jasa yang dikonsumsi pemerintah merupakan produk impor maka baik nilai produk maupun nilai konsumsi yang dibelanjakan untuk barang impor tersebut tidak masuk ke dalam PDB.

Diagram 01: Jenis –jenis Pengeluaran Penyumbang Produk Domestik Bruto 2008 – 2010


Ketiga jika melihat diagram 02 dibawah ini maka dapat dikatakan bahwa pertumbuhan sektor industri manufaktur kecil sekali kontribusinya terhadap PDB, dari tahun 2008 sampai dengan proyeksi 2010 kurang dari 4%, apalagi pada tahun 2009 hanya 2% saja. Hal ini tentunya terkait dengan belanja departemen-departemen terhadap produk industri manufaktur tersebut. Berapa persenkah dari total anggaran departemen dibelanjakan terhadap produk industri manufakutr dalam negeri?



Diagram 02: Pertumbuhan PDB per Sektor  2008 – 2010

 
Sedangkan anggaran belanja per Departemen dan Kementrian Republik Indonesia seperti pada diagram 03 dibawah ini.


Diagram 03: 8 Instansi Pemerintah Pusat dengan Belanja Terbesar

http://www.flickr.com/photos/55238036@N03/5125639058/in/photostream/

Dari apa yang telah dipaparkan diatas maka dapat ditarik beberapa kesimpulan bahwa potensi pengeluaran pemerintah yang sangat besar melalui belanja APBN departemen akan sangat mempengaruhi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat apabila dibelanjakan didalam negeri atau tidak membeli produk impor. Namun pada kenyataannya bangsa Indonesia lebih memilih membeli produk-produk impor sekalipun hal tersebut merupakan barang kebutuhan pemerintah. Hal ini tercermin salah satunya dari kondisi sektor industri manufaktur yang mengalami pertumbuhan sangat lambat,

Sektor Kesehatan

Pertumbuhan industri manufaktur dalam negeri sangat dipengaruhi oleh kebutuhan (demand) atau pembeli. Pembeli terbesar produk manufaktur saat ini adalah pemerintah. Pemerintah dalam hal ini adalah departemen-departemen atau kementrian yang terkait langsung dengan jenis produk industri tersebut. Artinya bahwa besar kecilnya belanja Departemen Kesehatan yang dibelanjakan terhadap produk dalam negeri alat kesehatan dan farmasi akan sangat mempengaruhi pertumbuhan industry penunjang kesehatan tersebut. Dan apabila dikaji lebih jauh mengenai sektor kesehatan ini (baca: alat kesehatan produksi dalam negeri) dapat dikategorikan berdasarkan jenisnya menjadi 3 kelompok yaitu, alat kesehatan elektronik, alat dan bahan habis pakai (consumables), instrumen medis (hospital furniture). Sedangkan menurut fungsinya peralatan kesehatan dapat dikelompok sebagai berikut:

  1. Peralatan Diagnosis Klinis, contoh; snellen, diagnostic set, pulsameter, speculum, stetoskop biasa dan janin, tensimeter, tonometer, opthalmoscope, hemocue, timbangan digital, kaca laryngs.
  2. Peralatan Kesehatan Gigi, contoh; bein lurus besar & kecil, bor intan, burniser, pinset gigi, skeler, sonde, spatula, tang, art set, cuspidor unit, lampu halogen, meja instrument, matriks holder.
  3. Peralatan Penunjang Pelayanan Medis, misalnya; baki, botol sampel, mitella, mangkok pelarut, meja instrument, sendok oralit, thermos khusus, tabung oksigen, meja dan kursi tamu, tandu lipat, lemari es berbagai tipe.
  4. Peralatan Laboratorium Kesehatan, missal;albuminometer, beker, kertas lakmus, gelas ukur, mikroskop monokuler & binokuler, pipet berbagai jenis, urinometer, tabung reaksi, sentrifus, kit tes untuk napza,dll
  5. Peralatan Tindakan Medis, contoh; gunting bedah berbagai spesifikasi, jarum jahit, jarum suntik, kateter, klem arteri, pinset, semprit, scalpel, sterilisator tekanan, vakum ekstraktor, dan sebagainya.
  6. Peralatan Penunjang Medis Khusus, contoh; radio komunikasi medik, rontgen 60mA, ultrasonografi, ultrasonometri, devilbiss, alat penghancur jarum, alat penghisap lender, diagnostic audiometer.
Berdasarkan diagram dibawah ini terlihat sekali bahwa peralatan kesehatan yang menggunakan teknologi tinggi sangat kecil dikuasai oleh produk dalam negeri, sebenarnya kurang dari 20%, sebaliknya produk impor sangat menguasai produk alat kesehatan elaktronik ini lebih dari 80%. Untuk alat kesehatan dan bahan habis pakai produk-produk impor menguasai 55% pasar dalam negeri, sedangkan instrumen medis sebagai contoh furniture memang produk dalam negeri menguasai 90% pasar dalam negeri, tetapi produk ini tidak menggunakan teknologi dan harga cenderung murah. Jika dihitung dari sisi omset (nilai uang) maka peralatan kesehatan di pasar domestik 99% atau senilai Rp 25,74 triliun ternyata dikuasai produk impor. Penyerapan dari industri lokal hanya mencapai Rp 260 miliar atau 1% dari total omset yang ada. Akibatnya, kinerja industri peralatan kesehatan lokal hampir tidak ada pertumbuhan, sehingga investasi pun nyaris mendekati kevakuman, jika tidak bisa dikatakan berhenti(Gakeslab).


Diagram 04: Kondisi Pasar Alat Kesehatan Dalam Negeri

http://www.flickr.com/photos/55238036@N03/5125706578/in/photostream/ 

Sumber: KNRT & Aspaki2009


Sektor Telekomunikasi

Senada dengan kondisi diatas, begitu pula halnya dengan kemampuan industri manufaktur perangkat telekomunikasi Indonesia masih kecil sekali kontribusinya dibandingkan dengan produk-produk impor. Dari total omset bisnis telekomunikasi nasional sebesar 40 triliun per tahun, dengan 22 – 30 triliun merupakan size market perangkat telekomunikasi, maka kontribusi perangkat telekomunikasi produk dalam negeri hanya 2 – 3% saja, selebihnya produk impor (AIETI). Adapun perangkat telekomunikasi yang biasa digunakan antara lain adalah:

  • Perangkat Transmisi Radio
  antena, up/down coverter, modem, multiplication equipment, echo canceller, digital microwave radio, dan sejenisnya
  • Perangkat Sentral Telepon Digital
        switches (STDI, STDI-K, STK 1000, SENA, PABX, dll) beserta perangkat pendukungnya
  • Perangkat  Terminal
        pesawat telepon meja, facsimile, wartel/kiosphone, card payphone, muticoin payphone, collect call payphone, single channel radio dan subscriber PCM
  • Peralatan Pendukung (catu daya)
        rectifier, UPS, stationary battery, dll


Diagram 05: Kondisi Pasar Perangkat Telekomunikasi Nasional

http://www.flickr.com/photos/55238036@N03/5125101833/in/photostream/ 
Sumber: AIETI2009
  
 
Sektor Pendidikan

Produk industri manufaktur Indonesia terkait dengan sektor pendidikan nasional antara lain misalnya; perlengkapan laboratorium untuk pendidikan menengah dan tinggi, mesin perkakas untuk pendidikan kejuruan dan bengkel praktek, alat peraga untuk semua jenjang pendidikan dan perlengkapan pendukung lainnya termasuk perangkat teknologi informasi (personal computer, laptop, printer, dll). Sebagai ilustrasi untuk mesin perkakas produksi dalam negeri, sangat kecil sekali digunakan oleh lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional mereka lebih memakai produk mesin perkakas impor. Padahal dari sisi kualitas dan spesifikasi tidak jauh berbeda kecuali masalah harga. Gambaran demikian dapat dilihat seperti pada diagram 06 dibawah ini, dimana kontribusi mesin perkakas dalam negeri pasar domestic hanya 10%, sedangkan di Departemen Pendidikan Nasional kurang dari 5% atau sekitar 440 miliar pada tahun 2008. Pada akhirnya potensi yang cukup besar tersebut diserap oleh produk-produk mesin perkakas impor, sehingga untuk mempertahankan kapasitas produksi mesin perkakas dalam negeri sangat berat bahkan jika produk impor terus membanjir dan industry mesin perkakas dalam negeri tidak dilindungi akan mengakibat peningkatan pengangguran karena di PHK. Disamping Depdiknas, Departemen Pertanian, Departemen Perhubungan dan Departemen Tenaga termasuk yang menjadi konsumen produk mesin perkakas ini, tetapi keberpihakan mereka lebih memilih produk-produk mesin perkakas impor baik dari Cina, Taiwan, India dan Jepang.


Diagram 06: Kondisi Pasar Mesin Perkakas Nasional

http://www.flickr.com/photos/55238036@N03/5125637636/in/photostream/ 

Sumber: ASIMPI2008

Sektor Pekerjaan Umum dan Infrastruktur

Pembangunan infrastruktur merupakan salah satu komponen penting yang akan menentukan keberhasilan pembangunan suatu bangsa. Perannya sebagai penggerak
sektor perekonomian akan mampu menjadi pendorong berkembangnya sektor-sektor
terkait sebagai multiplier dan pada akhirnya akan menciptakan lapangan usaha baru dan memberikan output hasil produksi sebagai input untuk konsumsi. Di samping itu, selain berperan sebagai pendorong berkembangnya sektor-sektor perekonomian, sektor infrastruktur pun memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap PDB. Salah satu program utama Pemerintah saat ini adalah percepatan pembangunan infrastruktur yang telah diprogramkan sebelumnya dan vital, antara lain pembangkit listrik 10.000MW, jaringan jalan lintas sumatera,kualitas jalan perkotaan, jalan tol, telekomunikasi, pelabuhan udara dan laut. Dalam hal infrastruktur yang terkait langsung dengan pekerjaan umum adalah jaringan jalan nasional jawa dan sumatera serta Indonesia bagian timur, jembatan bentang panjang, irigasi dan bendungan, pemukiman, infrastruktur air minum perkotaan dan sebagainya. Dana yang diusulkan untuk pembangunan infrastruktur sesuai dengan prioritas program pembangunan nasional 2010-2014 sekitar Rp790 triliun (Bappenas).

Mengingat begitu besar dana kebutuhan pembangunan infrastruktur maka didalam membelanjakannya semaksimal mungkin didukung oleh kapasitas dan kemampuan nasional Indonesia. Input terkait pembangunan infrastruktur tersebut antara lain; bahan atau material bangunan, usaha jasa konstruksi nasional, pendanaan, serta peralatan pendukung lainnya. Bahan material utama yang biasa digunakan pada pembangunan infrastruktur adalah seperti digambarkan pada diagram dibwah ini sesuai dengan kajian yang dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum pada tahun 2008, dimana kebutuhan ini diluar pembangunan dermaga, pelabuhan udara dan pertambangan.


Tabel: Volume Kebutuhan Material Infrastruktur
 
No.
Material
Jumlah
1.
Semen
3,3 Juta ton
2.
Pasir
2,9 Juta M3
3.
Kerikil
4,6 Juta M3
4.
Besi Beton
>1 Juta Ton
5.
Besi Lainnya
1,6 Juta Meter
6.
Aspal
306,4 Juta M2

Sumber:PKSDPU2008


Kemudian jika dikaji lebih mendalam sebagai contoh untuk produk aspal,  kebutuhan aspal dalam negeri setiap tahunnya mencapai 1,5 juta ton, sebanyak 600.000 ton kebutuhan dipasok Pertamnina, sedangkan sisanya 900.000 ton harus didatangkan dari luar negeri.


Diagram 07: Suplai dan Kebutuhan Aspal Nasional

http://www.flickr.com/photos/55238036@N03/5125706548/in/photostream/
  

Kamis, 28 Oktober 2010

Implementasi TKDN secara Konsisten

Industri adalah kegiatan ekonomi untuk menghasilkan barang, melalui proses pengolahan bahan baku, proses pembuatan/perakitan barang dari bahan baku atau komponen penyusunnya menyebabkan terjadi perubahan sifat, wujud, dan atau fungsi dari suatu barang sehingga memiliki nilai kegunaan dan nilai ekonomi yang lebih tinggi, termasuk kegiatan industri jasa keteknikan yang terkait erat dengannya, dan industri teknologi informasi. *)
Produk dalam negeri adalah barang/jasa termasuk rancang bangun dan perekayasaan yang diproduksi atau dikerjakan oleh perusahaan yang berinvestasi dan berproduksi di Indonesia, yang dalam proses produksi atau pengerjaannya dimungkinkan penggunaan bahan baku/komponen impor. *)
Barang adalah benda dalam bentuk utuh maupun terurai, yang meliputi bahan baku, barang setengah jadi, barang jadi/ peralatan, yang spesifikasinya ditetapkan oleh Pengguna Anggaran. *)
Jasa adalah layanan pekerjaan yang perencanaan teknis dan spesifikasinya ditetapkan pengguna serta proses pelaksanaannya diawasi oleh Pengguna Anggaran, yang terdiri dari Jasa Pemborongan, Jasa Konstruksi, Jasa Konstruksi Terintegrasi, dan jasa-jasa lainnya. *)
Misalnya Pak Dadang membeli sebuah lemari pakaian dari sebuah toko mebel di daerah pasar Minggu, harga beli lemari pakaian tersebut tidak termasuk ongkos kirimnya. Untuk mengangkut lemari dari toko mebel sampai ke rumah di daerah Lenteng Agung, pak Dadang menyewa mobil bak terbuka yang telah disediakan oleh toko. Sampai di rumah dan setelah lemari dipindahkan ke dalam rumah oleh tukang mebel maka pak Dadang membayarkan sejumlah uang sebagai harga dari jasa mengangkut lemari pakaian tersebut. Sehingga lemari pakaian yang dibeli pak Dadang adalah barang dan mobil bak terbuka merupakan jasanya.
Tingkat komponen dalam negeri (TKDN), barangkali ilustrasi dibawah ini bisa menggambarkan secara sederhana tingkat komponen dalam negeri suatu barang atau jasa. Misal, si Fulan membeli sebuah mesin pompa air di sebuah toko (distributor pompa), pihak penjual memberikan informasi secara lengkap terhadap spesifikasi, harga, garansi dan pabrik pembuat pompa tersebut. Dari cerita penjual pompa tadi
diketahui bahwa pompa tersebut dibuat oleh PT. Mengalir Tanpa Henti (PT. MTH) yang berlokasi di daerah Tangerang. Dapat diketahui pula bahwa PT. MTH merupakan penanaman modal dalam negeri (PMDN) dan semua komponen penyusun dari pompa tersebut dibuat sendiri oleh pabrik tersebut. Lain halnya dengan si Fulus, dia membeli sebuah pompa air juga dan diketahui pula dari penjual atau toko tadi bahwa pompa tersebut dibuat oleh PT. Mancur Abadi Jaya (PT. MAJ) yang berlokasi di daerah Leuwigajah, Kab. Bandung. Seperti biasa penjual pompa menjelaskan panjang lebar tentang spesifikasi pompa-kapasitas sedot pompa, harga, garansi dan tidak ketinggalan pula bahwa PT. MAJ tersebut merupakan penanaman modal asing (PMA). Yang menjadi keunggulan dari pompa ini, kata penjual, adalah komponen utama pompa ini merupakan barang impor dari Jepang. Kemudian si Fulin lain lagi kejadiaanya, ini bisa jadi korban dari iklan pompa di media masa yang menggebu-gebu. Si Fulin bertemu dengan dengan seorang sales pompa, kebetulan pompa yang dijual sales ini merupakan produk impor. Sehingga tidak ada sekecil apapun dari bagian pompa tersebut dibuat di Indonesia, alias tidak ada pabrik hanya kantor perwakilan sebagai penyimpan stok pompa dan pemasaran saja.
Dari ilustrasi diatas dapat ditarik kesimpulan secara sederhana pula jika dikaitkan dengan konsep tingkat komponen dalam negeri (TKDN) bahwa:
  1. Pompa yang dibeli si Fulan akan sangat mungkin memiliki nilai TKDN 100%, hal ini artinya bahwa jika komponen-komponen pompa tersebut diuraikan berdasarkan komponen penyusun pompa, tenaga kerja PT. MTH, alat kerja dan bahan baku merupakan produk lokal semuanya. Dengan kata lain tidak ada satupun komponen luar negeri dan/atau tenaga asing dan/atau mesin produksi luar negeri yang digunakan untuk membuat pompa oleh PT. Mengalir Tanpa Henti.
  2. Pompa yang dibeli oleh si Fulus bisa jadi akan memiliki nilai TKDN kurang dari 100% misalnya, 40%. Hal ini disebabkan karena bagian utama dari pompa tersebut merupakan barang impor, kemudian dirakit dengan bagian komponen pompa lainnya oleh PT. MAJ yang merupakan penanaman modal asing (PMA). Pertanyaannya, mengapa nilai TKDN menjadi 40%(asumsi) ? Sesuai dengan formulasi perhitungan nilai TKDN diketahui bahwa : 
 %TKDN POMPA = ((Biaya Pompa Jadi - Biaya Komponen Pompa Impor)x100%)/Biaya Pompa Jadi
 
Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa produk impor sebagai komponen utama pompa dan kepemilikan saham pabrik PT. MAJ adalah merupakan faktor-faktor pengurang terhadap nilai TKDN sehingga diasumsikan NILAI TKDN PT. Mancur Abadi Jaya menjadi 40%. Hal yang sama juga berlaku untuk pompa yang di beli oleh si Fulan dengan nilai TKDNnya 100%, ini terjadi karena sesuai dengan formula TKDN barang bahwa pada pompa yang dibuat oleh PT. Mengalir Tanpa Henti (PT. MTH) tidak ada komponen pengurang atau produk luar negerinya.

%TKDN POMPA 2 = (Biaya Pompa Jadi/Biaya Pompa Jadi) 100% = 100% 

     3.   Untuk pompa yang dibeli oleh si Fulin merupakan kebalikan dari kasusnya si Fulan, sehingga hampir     bisa                                dipastikan bahwa TKDN nya = 0%. Hal ini terjadi karena tidak ada komponen dalam negeri baik itu bahan                                    baku, alat/mesin produksi, dan tenaga kerja yang dilibatkan dalam produksi pompa tersebut.
 
Apakah pengaruhnya jika TKDN dari barang/pompa itu 100%, 40% dan 0% terhadap :
     ■      Perekonomian suatu daerah, wilayah dan secara nasional?
           Tingkat pengangguran dan produktivitas masyarakat?
           Potensi lapangan kerja nyata dan turunannya?
           Kesejahteraan mayarakat sekitar lokasi produksi, dan masyarakat luas secara nasional?
 

Untuk lebih memudahkan lagi akan kita ambil sebuah analogi yang sangat sederhana yaitu dibatasi dari sisi tenaga kerjanya saja. Jika kita melihat lebih kedalam lagi dan masuk ke pabrik pompa maka dari contoh diatas yaitu PT. Mengalir Tanpa Henti, PT. Mancur Abadi Jaya dan Pompa Impor maka jumlah tenaga kerja dapat kita asumsikan sebagai berikut:
     1.       PT. Mengalir Tanpa Henti = 109 Orang
     2.       PT. Mancur Abadi Jaya = 56 Orang
     3.       Suplier Pompa Impor = 10 Orang

Sehingga pabrik PT. Mengalir Tanpa Henti akan mempekerjakan atau membuka peluang lapangan kerja baru paling sedikit 109 orang, sedangkan pabrik pompa PT. Mancur Abadi Jaya, paling sedikit mempekerjakan sejumlah 56 orang dan agen atau suplier pompa impor hanya membutuhkan tenaga kerja 10 orang saja. Mengapa kita
katakan peluang lapangan kerja di pabrik pompa PT. MTH paling sedikit 116 orang? Sebab dari 116 orang akan memberikan dampak terhadap kebutuhan barang dan jasa lainnya, misal makanan (warung makan, cathering, restoran), jasa tranportasi (travel, angkutan umum, taxi), tempat tinggal (perumahan, pondokan, wisma). Sedangkan pabrik pompa PT. Mancur Abadi Jaya (PT. MAJ) memiliki karyawan 56 orang, tentunya berbeda dengan 116 orang (PT.MTH) dan pada contoh pabrik PT. MAJ harus diingat adanya komponen yang diimpor, hal ini berarti ada pengurangan cadangan devisa dalam rangka impor tersebut. Begitu juga dengan pompa produk impor yang dilakukan oleh agen/suplier maka akan semakin besar devisa yang digunakan untuk mendatangkan pompa-pompa tersebut, hal ini secara akumulatif akan sangat menurunkan cadangan devisa negara Indonesia,dan pada kenyataannya lapangan kerja yang disediakan sangat kecil sekali.
Maka dari semua yang telah dipaparkan diatas kemudian berusaha untuk diproyeksikan terhadap produk lain (dalam skala proyek), misal pembangunan infrastruktur nasional antara lain; jalan dan jembatan, pelabuhan dan bandar udara, telekomunikasi, industri strategis nasional, pembangkit listrik dan sebagainya akan memberikan multiplyer efek yang besar sekali terhadap:
1.     Pemberdayaan dan pengembangan industri dalam negeri karena produk-produknya terserap oleh proyek-proyek di atas sehingga akan mendorong KEMANDIRIAN STRUKTUR INDUSTRI NASIONAL dari hulu ke hilir. Tingkat penyerapan produk dalam negeri oleh proyek vital dan strategis nasional dilakukan melalui pengukuran menggunakan metode CAPAIAN TINGKAT KOMPONEN DALAM NEGERI.
2.     Jumlah angka pengangguran karena PHK tidak bertambah, karena hasil produksinya dibeli sehingga pabrik-pabrik bisa terus bertahan.
3.    Menghemat cadangan devisa negara, sebab lebih mengutamakan membeli produk di dalam negeri daripada impor terhadap produk yang sama dari luar negeri.
  
Adapun dampak tidak langsung atau multiplier efek dari ketiga dampak langsung di atas adalah:
1.   Tumbuh dan berkembangnya industri penunjang atau industri-industri komponen yang akan mendukung produksi industri utama atau industri besar.
2.    Berkembangnya kegiatan riset & development untuk mendukung kegiatan industri dalam berproduksi dengan inovasi dan teknologi.
3.    Keberpihakan dan kepercayaan perbankan nasional meningkat, sehingga adanya kemudahan dalam pemberian kredit, terutama UKM.
4.    Mendorong pertumbuhan usaha mikro dan menengah akibat peningkatan kebutuhan barang dan jasa nasional.
5.  Terciptanya peluang lapangan kerja baru dari berbagai sektor (manufaktur, perdagangan, transportasi dan telekomunikasi, pendidikan dan pelatihan, entertainment, makanan dan pakaian dll).
6.    Peningkatan perputaran uang di sektor riil di dalam negeri karena tingkat belanja masyarakat meningkat.
7.    Kesejahteraan rakyat meningkat, pendidikan dan pelayanan kesehatan terjangkau.


*) PERMENPERIN NO.49/M-IND/PER/5/2009 PSL 1 POIN 1-4