Kamis, 18 November 2010

Industri Sepeda Nasional Masih Jadi 'Tukang Jahit'

Bogor - Indonesia boleh bangga banyak mengekspor produk sepeda ke banyak belahan dunia. Namun sayangnya para produsen sepeda belum sepenuhnya menggunakan merek dalam negeri dalam menembus pasar ekspor.

Industri sepeda dalam negeri ibarat menjadi tukang jahit yang hanya memadukan berbagai merek komponen sepeda menjadi sebuah sepeda utuh.

Ketua Umum Asosiasi Industri Pesepedaan Indonesia (AIPI) Prihadi menuturkan, fenomena ini tidak terlepas dari kondisi pasar sepeda di dunia. Misalnya Eropa banyak menyerap produk sepeda dari Asia termasuk dari Indonesia.

Kondisi ini membuat persaingan antar produsen di negara Asia tinggi mengingat negara-negara pesaing seperti Kamboja, Bangladesh sudah mendapat keringanan bea masuk. Sementara Indonesia masih mendapat pengenaan bea masuk sebesar 11% untuk produk sepeda dari Eropa.

"Kita mau memasukan merek di Eropa ongkosnya besar. Giant saja pemain besar dari Taiwan mengalami kesulitan," kata Prihadi di pabrik United Bike Citeureup, Bogor, Jumat (1/10/2010).

Sehingga kata dia, untuk urusan ekspor memang merek produk sepeda Indonesia masih harus berjuang meraih perhatian pasar ekspor terutama pasar Eropa. Mengingat permintaan ekspor di pasar Eropa tetap menggiurkan.

"Jadi kita ini masih menjadi tukang jahit," katanya.

Prihadi juga menuturkan di pasar dalam negeri sendiri, permintaan sepeda di dalam negeri masih belum bisa ditutupi dari produksi dalam negeri. Dari kebutuhan sepeda dalam negeri sebanyak 5-6 juta unit per tahun, produksi dalam negeri hanya dibawah 2,5 juta unit per tahun, artinya ada 3 juta pasar yang diisi impor.

"Pada tahun 2008 sempat ada impor dari China 6 juta unit," katanya.

Pemain utama sepeda di dalam negeri antara lain Wim Cycle dengan produksi 900.000 unit per tahun, Polygon 400.000 unit per tahun dan United Bike sebanyak 1 juta unit per tahun.

"Perusahaan-perusahaan sepeda ruang untuk menaikan kapasitas masih besar. Kenyataanya sekarang segmen industri kita masih banyak garap menengah keatas, tapi justru yang segmen bawah banyak digarap impor termasuk China," katanya.

Ia mencontohkan, produk sepeda China bisa dijual Rp 400.000 per unit, sementara dibandingkan dengan produk dalam negeri bisa disandingkan dengan produk yang harganya Rp 1 juta per unit namun memiliki kualitas lebih baik.

"Makanya SNI (Standar Nasional Indonesia) sebentar lagi akan dikeluarkan. Produk-produk sepeda China harus memiliki sertifikat SNI," katanya.

Direktur PT Terang Dunia Internusa produsen sepeda United Bike Henry Mulyadi mengakui jika saat ini produsen sepeda dalam negeri lebih banyak menyasar produk sepeda segmen menengah atas.

Sementara segmen bawah atau low end dibawah harga Rp 1 juta banyak digarap oleh produk impor khususnya dari China.

"Kita mencoba membuat produk yang dibawah Rp 1 juta dengan kualitas tetap baik," kata Henry.
(hen/ang) Sumber : detik.com,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar