Jakarta. Keinginan pemerintah untuk mengembangkan mobil dengan harga terjangkau dan ramah lingkungan (low cost and green car) sepertinya sulit diwujudkan. Persyaratan kandungan lokal 80% dalam program mobil murah masih menjadi kendala bagi produsen.
Maklum, sejumlah komponen belum tersedia di dalam negeri. Padahal, ketersediaan komponen lokal ini menjadi syarat utama dalam memproduksi mobil murah. “Saat ini masih ada beberapa raw material yang tidak tersedia di dalam negeri,” kata Irwan Priyantoro, Direktur Hubungan Eksternal PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMI), belum lama ini.
Salah satu bahan  dasar yang tidak tersedia di Indonesia adalah baja untuk otomotif. Perusahaan baja di Indonesia, seperti Krakatau Steel hanya memproduksi baja untuk kebutuhan infrastruktur. Produsen baja sendiri masih ragu memproduksi baja otomotif karena investasinya besar.
Di sisi lain, pasarnya terbatas karena volume produksi mobil di Indonesia belum begitu besar. Karena itu, Irwan berpendapat, kunci untuk meningkatkan kandungan lokal adalah mengerek naik volume produksi mobil.
Selain baja, bahan dasar lain yang masih harus diimpor adalah karet sintetis dan plastik resin. Sebetulnya, menurut Irwan, tingkat komponen dalam negeri (TKDN) untuk mobil yang dirakit di dalam negeri sudah lumayan tinggi. Contohnya produk Toyota.
Ia mengaku, TKDN mobil-mobil Toyota, seperti Innova sudah 74%. Untuk memenuhi kandungan lokal itu, Toyota bekerjasama dengan 100 pemasok besar dan 200 usaha kecil menengah (UKM).
Sekedar mengingatkan, pemerintah berencana meengembangkan green car dengan kandungan lokal 80%. Untuk proyek ini, pemerintah menjanjikan insentif pengurangan pajak barang mewah, penangguhan bea masuk, dan pengurangan pajak daerah.
Menanggapi rencana pemerintah itu, Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Jongkie D. Sugiarto mengatakan pihaknya masih menunggu detail persyaratan yang diberikan oleh pemerintah untuk program ini.
Tapi, yang jelas, menurut Jongkie, tidak ada satu negara pun yang bisa memproduksi mobil dengan 100% kandungan lokal. Menurutnya, sebagian komponen pasti ada yang dibeli dari negara lain. “Memproduksi mobil itu harus multisourcing,” kata Jongkie.
Apa yang disampaikan Jongkie itu tidak berlebihan. Tengoklah PT Multistrada Arah Sarana Tbk, produsen ban Achilles. Saat ini Multistrada memasok pasar original equipment manufacturer (OEM) mobil di luar, seperti Mitsubishi, dan Hyundai.
Edward Mamahit, Manajer Pemasaran Internasional dan pengembangan Bisnis Multistrada, menuturkan, perusahaannya belum mengincar agen tunggal pemegang merek (ATPM) lain sebagai pembeli baru. “Kami lebih tertarik ke OEM luar,” katanya.(Sumber: Kontan, 22 Desember 2010)