Rabu, 17 November 2010

Kadin dan BSN, Produk Lokal Lebih Diutamakan

Kadin Minta Produk Lokal Diutamakan
JAKARTA - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia dan badan Standarisasi Nasional (BSN) mengharapkan pemenuhan syarat tingkat komponen dalam negeri (TKDN) 40 persen dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah bisa diimplementasikan.
 
Ketua Kelompok Kerja Program Peningkatan Produksi Dalam Negeri (Pokja P3DN) Kadin Natsyir Mansyur mengatakan, selain itu setiap produk yangdibeli juga harus memenuhi ketentuan Standar Nasional Indonesia (SNI). Hal ini, kata dia, untuk meningkatkan pengamanan pasar dalam negeri. “Jangan lagi sampai ada kementerian/ lembaga (K/L) yang membeli barang impor, harus dengan TKDN 40 persen.Selain itu,jangan karena ada produk impor yang lebih murah sedikit, produk lokal yang memenuhi TKDN 40 persen diabaikan. Nah,produk-produk itu harus memenuhi SNI,” kata Natsyir di Jakarta kemarin.
 
Dia mengatakan, K/L jangan memakai alasan bahwa produk impor lebih murah untuk mengabaikan penggunaan produk dalam negeri. Mengenai hal ini, dia meminta Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk melakukan perhitungan. Sementara itu, Kepala BSN Bambang Setiadi mengatakan,SNI bukan satu-satunya cara untuk menangkis serbuan produk impor. Persoalannya, kata dia, hal itu tergantung pada kemauan industri untuk mengimplementasikan SNI yang ditetapkan regulator. Sementara itu, ujar Bambang, pemerintah harus menyediakan infrastruktur yang memadai mulai dari laboratorium uji yang terakreditasi hingga lembaga sertifikasi.
 
“BSN hanya lembaga yang diakui internasional untuk merancang standar-standar bagi produk hasil produksi industri nasional dan yang beredar di pasar domestik. Standar-standar itu harus mengacu pada ketentuan internasional, kalau tidak, Indonesia akan diprotes,” ujar Bambang. Terkait implementasi kesepakatan kawasan perdagangan bebas, Bambang mengatakan, setiap langkah penerapan SNI tidak semua perlu dipaparkan. Pasalnya, ujar dia, hal itu membuka peluang bagi pihak luar untuk mengetahui strategi Indonesia. Ketua Umum Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Eddy Widjanarko mengatakan,untuk membuat Sertifikat Produk Penggunaan Tanda SNI (SPPT SNI) sepatu membutuhkan biaya yang cukup besar.
 
“Sekitar Rp50-60 juta per SNI. Padahal SNI itu bisa macam-macam, misalnya sport shoes yang SNI-nya mulai dari sol karet, sol plastik,dan bahan kulit.Bayangkan jika SNI-nya ada 10 macam, biayanya mahal sekali. Jadi, perlu dibicarakan denganpihakyangmemverifikasiagar biayanya lebih murah,”kata Eddy. Tantangan lain, kata Edy, memenuhi SNI bukan merupakan jaminan mudah masuk ke pasar ekspor.Sebab,ujar dia,jika negara tujuan ekspor memberlakukan standar nasional yang berbeda, produk yang masuk wajib memenuhi standar itu. “SNI harus kuat, artinya harus buat suatu perjanjian internasional misalnya dengan Jepang,Amerika, dan Inggris. SNI yang sudah ada diakui, itu yang benar.
 
  Misalnya SNI Wajib untuk safety shoes.Produk dari Indonesia meski sudah memenuhi standar itu tidak langsung diterima di Jepang karena di sana juga ada standar yang wajib dipenuhi,”pungkas dia. (sandra karina)(//css)
economy.okezone.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar